Home

Selasa, 20 Maret 2012

MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

       Hubungan antara manusia dan kebudayaan selayak uang logam dengan dua sisinya, artinya antara manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan. Tidak akan ada kebudayan tanpa ada manusia dan manusia tidak akan pernah mencapai puncak potensinya sebagai manusia tanpa berkebudayaan. Di dalam kebudayaan itulah manusia dibentuk, tetapi kebudayaan juga merupakan cermin dari perkembangan manusia pemilik kebudayaan tersebut. Proses perkembangan kabudayaan tidak akan pernah berhenti seiring dengan terus mengalirnya kebutuhan manusia sebagai pemilik kebudayaan tersebut yang juga tidak pernah berhenti. Manusia dengan kemampuan akal dan budinya, terus mengembangkan berbagai macam sistem tindakan demi memenuhi keperluan hidupnya, dan ini diperoleh dengan cara belajar (learned behavior). Dari proses belajar itu selanjutnya timbul apa yang dinamakan kebudayaan.
Kebudayaan menurut koentjaraningrat (1990 : 180) diartikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyuarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. Definisi ini menunjukkan bahwa hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan, karena amat sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang tak perlu dibiasakan dengan belajar. Tindakan manusia yang tidak perlu dibiasakan dengan belajjar biasanya berupa tindakan naluriah, tindakan bawah sadar, bebrapa proses fisiologi, atau tindakan membabi buta. Bahkan berbagaoi tindakan manusia yang sifatnya naluriah yang terbawa dalam gennya bersama kelahiranya (seperti makan, minum, atau berjalan dengan kedua kakinya) pada akhirnya juga diubah menjadi tindakan kebudayaan. Secara naluriah menusia memang mempunyai tindakan yang berupa makan, minum atau berjalan.
Tetapi cara-cara sopan santun dalam makan, minum dan berjalan yang seringkali rumit, harus dipelajarinya terlebih dahulu. Manusia ketika makan tidak hanya sekedar mengambil makanan dengan tangannya dan memasukkannya ke dalam mulut. Dalam kegiatan makan tersebut manusia menggunakan berbagai alat makan yang cara penggunaannya harus dipelajari, misalnya bagaimana berbagai alat makan yang cara penggunaannya harus dipelajari, misalnya bagaimana cara menggunakan sendok dan garu, menggunakan pisau atau mangkuk sup. Dalam makan tersebut juga harus mengikuti sopan santun makan yang juga harus dipelajari, misalnya bagaimana makan dalam perjamuan resmi, bagaimana sopan santun makan dalam kalangan bangsawan, dan lain-lain.
Proses belajar kebudayaan yang dilalui manusia dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok proses belajar yaitu :

A. PROSES INTERNALISASI
Proses belajar ini merupakan suatu proses yang amat panjang, yang dimulai sejak seorang manusia dilahirkan sampai ia hapmpir meninggal, di mana ia belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, nafsu serta emosi yang diperlukannya sepanjang hidupnya. Intinya proses internalisasi merupakan proses di mana individu belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat, serta emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya (koentjaraningrat, 1996 : 228). Yang terjadi pada proses internalisasi ini adalah bahwa individu mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok serata norma-norma kelompok tersebut. Proses internalisasi ini memegang peranan penting dalam perkembangan individu sebagai makhluk sosial.

B. PROSES SOSIALISASI
Dalam proses sosialisasi, seorang individu dari masa kanak-kanak hingga masa tua belajar tentang pola-pola tindakan dalam interaksi dengan beraneka ragam individu di sekelilingnya yang menduduki beraneka macam peranan sosial yang mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari. Proses sosialisasi ini, menuru Charlotte Buehler (Suseno, 1980 : 12) adalah proses yang membantu individu, melalui belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berfikir kelompoknya, agar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya. Dalam proses pendewasaan manusia berdasarkan pengalamannya sendiri selalu akan terbentuk suatu sistem perilaku (behaviour system) yang juga ikut ditentukan oleh watak pribadinya, yaitu bagaimana ia akan memberi reaksi terhadap suatu pengalaman. Akhirnya sistem prilaku inilah yang akan menentukan dan membentuk sikapnya terhadap sesuatu.

C. PROSES ENKULTURASI
Enkulturasi sudah dimulai sejak kecil dalam alam pikiran warga suatu masyarakat. Enkulturasi dimulai ketika individu masih dalam lingkungan kelurga, kemudian dalam lingkungan teman-teman bermainnya, di mana seringkali ia belajar meniru berbagai macam tindakan. Sudah tentu ada juga norma yang diajarkannya kepadanya dengan sengaja tidak hanya di lingkungan keluarga, tetapi juga secara formal di sekolah (koentjaraningrat, 1986 : 233). Dalam enkulturasi, diserap hal-hal khusus dari kebudayaan, seperti nilai-nilai kontrol sosial, prasangka, sikap, gaya, bahasa, yang kemudian menjadi pegangan dalam bertingkah laku, misalnya kebiasaan membelikan oleh –oleh kepada kerabat dekat atau pada para tetangga yang tinggal di sekitar rumahnya bila bepergian ke suatu tempat yang jauh yang sudah merupakan aturan yang tidak tertulis yang didapatkan dari kecil.
Dalam rangka proses enkulturasi itu maka individu telah belajar cara – cara untuk bergaul dengan tiap individu dalam lingkungan, kerabat dan tetangga tadi, dan ia telah mengembangkan tindakan yang berbeda dalam menghadapi mereka masing-masing.
Selanjutnya hubungan antara manusia dan kebudayaan dapat di lihat juga dari kedudukan manusia terhadap kebudayaan tersebut. Sehubungan dengan kedudukan manusia terhadap kebudayaannya maka terdapat empat kedudukan yaitu sebagai beriktu (Krech, 1986).
Pertama, Manusia bertindak sebagai penganut kebudayaan (creature of culture). Sebagai penganut kebudayaan maka sejak kecil manusia sudah dimotivasi untuk berkelakuan sebagaimana yang dikehendaki kebudayaannya di semua situasi.
Kedua, individu juga bertindak sebagai pembawa kebudayannya. Sebagai pembawa kebudayaan, individu memainkan peranan yang lebih aktif dan positif yaitu sebagai pentransmisi kebudayaan kepada generasi berikutnya.
Ketiga, Individu juga bertindak sebagai manipulator, di mana dengan menggunakan sikap, nilai, dan pola-pola perilaku yang umum berusaha mencapai kepentingannya.
Keempat, individu bertindak sebagai pencipta kebudayaan (creator of culture), sebagai pencipta kebudayaan maka kebudayaan merupakan motor penggerak bagi perubahan kebudayaan.
sumber:http://www.4shared.com/office/EvpOe6rw/MAKALAH_MANUSIA_DAN_KEBUDAYAAN.html

Kesusastraan

Kesusastraan dapat kita artikan sebagai sebuah tulisan, ataupun sebuah karya yang memiliki arti dan suatu keindahan sendiri. Biasa'nya kita itu akrab'nya bukan dengan kata kesusastraan, melainkan dengan kata satra. Kata "sastra" itu berasal dari kata kata serapan yang berasal dari kata sansekerta, yang dapat di artikan sebagai  "suatu teks yang mengandung suatu intruksi ataupun mengandung suatu pedoman. Kata "sas" itu arti'nya suatu instruksi atau suatu ajaran. Ada beberapa kategori-kategori yang di miliki oleh Sastra, diantara'nya ada, Novel, Cerpen, Syair, Pantun, Drama, Lukisan/Kaligrafi. Disini asaya akan menjelaskan satu persatu mengenai kategori-kategori yang dimiliki oleh Sastra itu sendiri.
·         Novel merupakan sebuah karya fiksi prosa (suatu jenis cerita yang di dalam'nya berisi sebuah kejadian yang tidak terjadi, atau dapat di artikan sebagai karangan belaka saja), yang bersifat naratif.
·         Cerpen, merupakan singkatan dari cerita pendek, cerpen ini merupakan bentuk dari prosa naratif fiktif, cerpen ini cenderung lebih singkat karena di dalam cerpen ini hanya mengandalkan, tokoh, plot, tema, bahasa, dan insight.
·         Syair itu termasuk dalam golongan puisi lama.
·         Pantun ternyata juga massih dalam golongan puisi lama, biasa'nya pantu ini di gunakan apa bila sedang diadakan acara lamaran, tetapi d jaman sekarang ini pantun tidak hanya di gunakan pda saat-saat tertentu saja, sekarang pantun sudah di jadikan sebagai bahan lawakan.
·         Drama itu merupakan suatu karya sastra yang di dalam'nya terdapan tokoh-tokoh yang akan memainkan suatu cerita di dalam'nya.
·         Lukisan itu merupakan karya seni yang untuk membuat'nya dengan cara mengambarkan'nya di dalam suatu kanfas.
·         Kligrafi itu biasa'nya di tuliskan dalam bahasa arab yang memiliki arti tertentu.
Pengertian sastra dan seni
Masalah sastra dan seni sangat erat hubungannya dengan ilmu budaya dasar, karena materi – materi yang diulas oleh ilmu budaya dasar ada yang berkaitan dengan sastra dan seni.Budaya Indonesia sanagat menunjukkan adanya sastra dan seni didalamnya.
Latar belakang IBD dalam konteks budaya, negara dan masyarakat Indonesia berkaitan dengan masalah sebagai berikut :
1. kenyataan bahwa bangsa indonesia berdiri atas suku bangsa dengan segala keanekaragaman budaya yg tercemin dalam berbagai aspek kebudayaannya, yg biasanya tidak lepas dari ikatan2 primordial, kesukaan, dan kedaerahan .
2. Proses pembangunan yg sedang berlangsung dan terus menerus menimbulkan dampak positif dan negatif berupa terjadinya perubahan dan pergeseran sistem nilai budaya sehingga dengan sendirinya mental manusiapun terkena pengaruhnya .
3. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan perubahan kondisi kehidupan mausia, menimbulkan konflik dengan tata nilai budayanya, sehingga manusia bingung sendiri terhadap kemajuan yg telah diciptakannya .
Prosa
Prosa adalah suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme (rhythm) yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Kata prosa berasal dari bahasa Latin prosa yang artinya terus terang.
Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karenanya, prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah, novel, ensiklopedia, surat, serta berbagai jenis media lainnya.
Jenis-Jenis Prosa dan komponennya
- Prosa juga dibagi dalam dua bagian, yaitu:
-          Prosa lama adalah prosa bahasa indonesia yang belum terpengaruhi budaya barat.
-          Prosa baru adalah prosa yang dikarang bebas tanpa aturan apa pun.
·  Prosa lama meliputi :
1. Fabel
Fabel diambil dari bahasa Belanda yang berarti cerita yang menggunakan hewan sebagai tokoh utamanya. Misalkan cerita kancil atau cerita Tantri di Indonesia.
Banyak satrawan dan penulis dunia yang juga memanfaatkan bentuk fabel dalam karangannya. Salah seorang pengarang fabel yang terkenal adalah Michael de La Fontaine dari Perancis. Penyair Sufi Fariduddin Attar dari Persia juga menuliskan karyanya yang termashur yakni Musyawarah Burung dalam bentuk fabel. Biasa pada sebuah fabel tersirat moral atau makna yang lebih mendalam.
2. Legenda
Legenda (Latin legere) adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang enpunya cerita sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, legenda sering kali dianggap sebagai sejarah kolektif (folk history). Walaupun demikian, karena tidak tertulis, maka kisah tersebut telah mengalami distorsi sehingga sering kali jauh berbeda dengan kisah aslinya.
Oleh karena itu, jika legenda hendak dipergunakan sebagai bahan untuk merekonstruksi sejarah, maka legenda harus dibersihkan terlebih dahulu bagian-bagiannya dari yang mengandung sifat-sifat folklore. Menurut Pudentia, legenda adalah cerita yang dipercaya oleh beberapa penduduk setempat benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci atau sakral yang juga membedakannya dengan mite.
Dalam KBBI 2005, legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah. Menurut Emeis, legenda adalah cerita kuno yang setengah berdasarkan sejarah dan yang setengah lagi berdasarkan angan-angan. Menurut William R. Bascom, legenda adalah cerita yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Menurut Hooykaas, legenda adalah dongeng tentang hal-hal yang berdasarkan sejarah yang mengandung sesuatu hal yang ajaib atau kejadian yang menandakan kesaktian.
3. Cerita rakyat (folklore)
Cerita rakyat adalah cerita pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya yang beraneka ragam mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa.
4.Tambo
Suatu karya sastra yang menceritakan sejarah (asal-usul) suku bangsa, negeri, dan adat. Karya sastra sejarah ini biasa disebut dengan Historiografi Tradisional. Penulisan sejarah suatu negeri berdasarkan anggapan atau kepercayaan masyarakat setempat secara turun-temurun.
5. Cerita pelipur lara
Suatu karya sastra yang berisikan kejenakaan. Karya sastra ini bertujuan untuk melipur lara atau membuat pembaca melupakan sedihnya.
· Prosa baru meliputi :
1. Roman
Roman adalah sejenis karya sastra dalam bentuk prosa atau gancaran yang isinya melukiskan perbuatan pelakunya menurut watak dan isi jiwa masing-masing. Bisa juga roman artinya adalah "kisah percintaan".
2. Riwayat
Riwayat  adalah catatan singkat tengatang gambaran diri seseorang. Selain berisi data pribadi, gambaran diri itu paling tidak harus di isi keterangan tentang pendidikan atau keahlian dan pengalaman. Dengan data itu riwayat hidup akan memberikan gambaran atau kualifikasi seseorang.
3. Antologi
Antologi secara harfiah diturunkan dari kata bahasa Yunani yang berarti “karangan bunga” atau “kumpulan bunga” yang berarti sebuah kumpulan dari karya-karya sastra. Awalnya definisi ini hanya mencakup kumpulan puisi (termasuk syair dan pantun) yang dicetak dalam satu volume. Namun, antologi juga dapat berarti kumpulan karya sastra lain seperti cerita pendek, novel pendek, prosa, dan lain-lain. Dalam pengertian modern, kumpulan karya musik oleh seorang artis, kumpulan cerita yang ditayangkan dalam radio dan televisi juga tergolong antologi.
4. Resensi
Resensi adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya, baik itu buku, novel, majalah, komik, film, kaset, CD, VCD, maupun DVD. Tujuan resensi adalah menyampaikan kepada para pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya itu patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak


5. Kritik
Kritik adalah analisis untuk menilai suatu karya sastra. Tujuan kritik sebenarnya bukan menunjukkan keunggulan, kelemahan, benar atau salah sebuah karya sastra dipandang dari sudut tertentu, tetapi tujuan akhirnya mendorong sastrawan untuk mencapai penciptaan sastra setinggi mungkin dan mendorong pembaca untuk mengapresiasi karya sastra secara lebih baik.
Ada 2 jenis kritik sastra :
1. Kritik sastra intrinsik : Fokusnya pada karya sastra itu sendiri dan menganalisa unsur-unsur karya sastra itu.
2. Kritik sastra ekstrinsik : Menghubungkan karya sastra dengan hal-hal diluar karya sastra. Misalnya menghubungkan karya sastra dengan pengarangnya, karya sastra dihubungkan dengan ilmu psikologi, agama, sejarah, filsafat.
Nilai-nilai dalam Prosa Fiksi :
·         Prosa fiksi memberikan kesenangan.
·         Keistimewaannya pembaca mendapatkan pengalaman sebagaimana mengalami sendiri peristiwa tersebut
·         Prosa fiksi memberikan informasi
·         Fiksi memberikan sedikit informasi yang tidak terdapat di dalam ensiklopedi.
·         Prosa fiksi memberikan warisan cultural
·         Prosa fiksi dapat menstimulasi imaginasi dan warisan budaya bangsa.
·         Prosa memberikan keseimbangan wawasan
·         Lewat prosa fiksi sesorang dapat menilai kehidupan berdasarkan pengalaman dengan banyak individu.
Berkenaan dengan moral, karya sastra dapat dibagi menjadi 2 :
Karya sastra yang menyuarakan aspirasi zamannya mengajak pembaca untuk mengikuti apa yang dikehendaki zamannya.
Karya sastra yang menyuarakan gejolak zamannya, tidak mengajak pembaca melakukan sesuatu tetapi untuk merenung.
Puisi
Karya sastra secara umum bisa dibedakan menjadi tiga: puisi, prosa, dan drama. Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poesis, yang berarti membangun, membentuk, membuat, menciptakan. Sedangkan kata poet dalam tradisi Yunani Kuno berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
Watt-Dunton (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang kongkret dan yang bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama.
Carlyle mengemukakan bahwa puisi adalah pemikiran yang bersifat musikal, kata-katanya disusun sedemikian rupa, sehingga menonjolkan rangkaian bunyi yang merdu seperti musik.
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.
Ralph Waldo Emerson (Situmorang, 1980:8) mengatakan bahwa puisi mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin.
Putu Arya Tirtawirya (1980:9) mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara implisit dan samar, dengan makna yang tersirat, di mana kata-katanya condong pada makna konotatif.
Herman J. Waluyo mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
Ada juga yang mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengekspresikan secara padat pemikiran dan perasaan penyairnya, digubah dalam wujud dan bahasa yang paling berkesan.
Yang Membedakan Puisi dari Prosa
Slametmulyana (1956:112) mengatakan bahwa ada perbedaan pokok antara prosa dan puisi. Pertama, kesatuan prosa yang pokok adalah kesatuan sintaksis, sedangkan kesatuan puisi adalah kesatuan akustis. Kedua, puisi terdiri dari kesatuan-kesatuan yang disebut baris sajak, sedangkan dalam prosa kesatuannya disebut paragraf. Ketiga, di dalam baris sajak ada periodisitas dari mula sampai akhir.
Pendapat lain mengatakan bahwa perbedaan prosa dan puisi bukan pada bahannya, melainkan pada perbedaan aktivitas kejiwaan. Puisi merupakan hasil aktivitas pemadatan, yaitu proses penciptaan dengan cara menangkap kesan-kesan lalu memadatkannya (kondensasi). Prosa merupakan aktivitas konstruktif, yaitu proses penciptaan dengan cara menyebarkan kesan-kesan dari ingatan (Djoko Pradopo, 1987).
Perbedaan lain terdapat pada sifat. Puisi merupakan aktivitas yang bersifat pencurahan jiwa yang padat, bersifat sugestif dan asosiatif. Sedangkan prosa merupakan aktivitas yang bersifat naratif, menguraikan, dan informatif (Pradopo, 1987)
Perbedaan lain yaitu puisi menyatakan sesuatu secara tidak langsung, sedangkan prosa menyatakan sesuatu secara langsung.
Unsur-unsur Puisi
Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik , bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut.
Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih diformulasi menjadi sebuah larik.
Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi baru tak ada batasan.
Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur, yaitu struktur batin dan struktur fisik.
Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
Sedangkan struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah sarana-sarana yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
(3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
(6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
Kreativitas penyair dalam membangun puisinya
1. Figura bahasa (figurative language) seperti gaya personifikasi, metafora, perbandingan, alegori, dsb sehinggga puisi menjadi segar, hidup menarik dan memberi kejelasan gambaran angan.
2. Kata-kata yang ambiquitas yaitu kata-kata yang bermakna ganda, banyak tafsir.
3. Kata-kata yang berjiwa yaitu kata-kata yang sudah diberi suasana tertentu, berisi perasaan dan pengalaman jiwa penyair sehingga terasa hidup dan memukau.
4. Kata-kata yang konotatif yaitu kata-kata yang sudah diberi tambahan nilai-nilai rasa dan asosiasi-asosiasi tertentu.
5. Pengulangan, yang berfungsi untuk mengintensifkan hal-hal yang dilukiskan sehingga lebih menggugah hati.
Alasan-alasan yg mendasari penyajian puisi
Alasan-alasan yang mendasari penyajian puisi pada perkuliahaan Ilmu Budaya Dasar adalah sebagai berikut:
1.Hubungan puisi dengan pengalaman hidup manusia.
Manusia senantiasa ingin memiliki salah satu kebutuhan dasarnya untuk lebih menghidupkan pengalaman hidupnya dari sekedar kumpulan pengalaman langsung terbatas.Pendekatan terhadap pengalaman perwakilan dapat dilakukan denngan suatu kemampuan yang di sebut "imaginative entry", yaitu kemampuan menghubungkan pengalaman hidup sendiri dengan pengalaman yang dituangkan penyair dalam puisinya.
2.Puisi dan keinsyafan/ kesadaran individual.
Dengan membaca puisi kita dapat diajak untuk dapat menjenguk hati/ pikiran manusia, baik orang lain maupun diri sendiri, karena melalui puisinya sang penyair menunjukkan kepada pembaca bagian dalam hati manusia, ia akan menjelaskan pengalaman setiap orang.
3.Puisi dan keinsyafan sosial
Puisi juga memberika kepada manusia tentang pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial, yang terlibat dalam isue dan problem sosial. Secara imaginatif puisi dapat menafsirkan situasi dasar manusia sosial yang biasa berupa:
Penderitaan atas ketidak adilan, perjuangan untuk kekuasaan, konflik dengan sesamanya. pembrontakan terhadap Tuhan
Puisi merupakan suatu yang hidup dalam alam metaffisis. suatu impin yang berkepribadian sehingga sukar di hayati isinya. Walaupun demikian bila puisi dibaca dengan baik setiknya akan dapat membantu pembaca dalam menafsirkan maknanya.
Dengan puisi kita dapat mengekspresikan perasaan kita yang sulit sekali kita ungkapka dengan kata- kata. Banyak orang yang melakukan hal ini untuk melepaskan perasaan yang sulit di ungkapkan.
sumber: google