Sejarah Teknologi Panel Surya
Menurut bahasa, kata
Photovoltaic berasal dari bahasa Yunani photos yang berarti cahaya dan volta
yang merupakan nama ahli fisika dari Italia yang menemukan tegangan listrik.
Secara sederhana dapat diartikan sebagai listrik dari cahaya. Photovoltaic merupakan
sebuah proses untuk mengubah energi cahaya menjadi energi listrik. Proses ini
bisa dikatakan kebalikan dari penciptaan laser. Efek
photovoltaic pertama kali berhasil diidentifikasi oleh seorang ahli Fisika
berkebangsaan Prancis Alexandre Edmond Becquerel pada tahun 1839. Baru pada
tahun 1876, William Grylls Adams bersama muridnya, Richard Evans Day menemukan
bahwa material padat selenium dapat menghasilkan listrik ketika terkena paparan
sinar.Dari percobaan tersebut, meskipun bisa dibilang gagal karena selenium
belum mampu mengonversi listrik dalam jumlah yang diinginkan, namun hal itu
mampu membuktikan bahwa listrik bisa dihasilkan dari material padat tanpa harus
ada pemanasan ataupun bagian yang bergerak.
Tahun 1883, Charles
Fritz mencoba melakukan penelitian dengan melapisi semikonduktor selenium
dengan lapisan emas yang sangat tipis. Photovoltaic yang dibuatnya menghasilkan
efisiensi kurang dari 1 %. Perkembangan berikutnya yang berhubungan dengan ini
adalah penemuan Albert Einstein tentang efek fotolistrik pada tahun 1904. Tahun
1927, photovoltaic dengan tipe yang baru dirancang menggunakan tembaga dan
semikonduktor copper oxide. Namun kombinasi ini juga hanya bisa menghasilkan
efisiensi kurang dari 1 %. Pada
tahun 1941, seorang peneliti bernama Russel Ohl berhasil mengembangkan
teknologi sel surya dan dikenal sebagai orang pertama yang membuat paten
peranti solar cell modern. Bahan yang digunakan adalah silicon dan mampu
menghasilkan efisiensi berkisar 4%.
Barulah kemudian di
tahun 1954, Bell Laboratories berhasil mengembangkannya hingga mencapai
efisiensi 6% dan akhirnya 11%. 5 Pada tengah hari yang cerah radiasi sinar
matahari mampu mencapai 1000 watt permeter persegi. Jika sebuah piranti
semikonduktor seluas satu meter persegi memiliki efisiensi 10 persen, maka
modul sel surya ini mampu memberikan tenaga listrik sebesar 100 watt.
Sampai saat ini modul
sel surya komersial memiliki efisiensi berkisar antara 5 hingga 15 persen
tergantung material penyusunnya. Tipe silikon kristal merupakan jenis piranti
sel surya yang memiliki efisiensi tinggi meskipun biaya pembuatannya relatif
lebih mahal dibandingkan jenis sel surya lainnya. Tipe modul sel surya inilah
yang banyak beredar di pasaran. Sebenarnya ada produk sel surya yang efisiensinya
bisa mencapai 40%, namun belum dijual secara masal. Prestasi ini dicapai oleh
DoE yang sudah mengembangkannya sejak awal tahun 1980. DoE memulai penelitian yang dikenal
dengan “multi-junction gallium arsenide-based solar cell devices,” solar sel
multilayer yang dapat mengonversi 16 persen energi menjadi listrik.
Pada tahun 1994,
laboratorium energi terbarukan (National Renewable Energy laboratory) milik DoE
berhasil memecahkan rekor efisiensi 30 persen yang sangat menarik minat bagi
dunia industri angkasa luar untuk memanfaatkannya. Hampir semua satelit saat
ini memanfaatkan teknologi multi-junction cells. Pencapaian efisiensi hingga
40% tersebut dilakukan dengan mengkonsentrasikan cahaya matahari. Teknologi ini
menggunakan konsentrator optik yang mampu meningkatkan intensitas cahaya
matahari sehingga konversi listriknya pun juga meningkat.
Sedangkan pada umumnya
teknologi sel surya hanya mengandalkan cahaya matahari alami atau dikenal
dengan “one sun insolation” yang hanya mampu menghasilkan efisiensi 12 hingga
18 persen. Boeing-Spectrolab memakai struktur yang bernama multi-junction solar
cell. Struktur ini mampu menangkap spectrum sinar matahari lebih banyak dan
mengubahnya menjadi energi listrik. Sel individunya dibuat dalam beberapa lapis
dan setiap lapisan mampu menangkap cahaya yang melewati sel.
Sumber :
https://sejarahteknologi.wordpress.com/2013/09/17/sejarah-teknologi-panel-surya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar