Pendapatan Nasional
Pendapatan Nasional adalah Pendapatan yang dihasilkan suatu negara dalam periode tertentu yang berasal dari penggunaan faktor-faktor produksi yang tersedia. Pendapatan Nasional dapat dijadikan indikator kemampuan dan kualitas sumberdaya yang dimiliki suatu negara. Semakin baik sumberdaya suatu negara, maka relatif besar pula Pendapatan Nasionalnya. Sumberdaya disini tidak hanya terbatas Sumberdaya Alam, tapi juga termasuk Sumberdaya Manusia.
Data Pendapatan Nasional suatu negara diperlukan untuk mengetahui tingkat kemakmuran masyarakat suatu negara dan juga untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Selain itu data Pendapatan Nasional juga diperlukan untuk mengetahui struktur ekonomi suatu negara. Data Pendapatan Nasional ini tentu akan mempermudah pemerintah dalam mengambil kebijakan ekonomi baik negara maupun daerah.
- Sektor Agro dan Kelautan : terdiri dari sub-sektor pertanian, sub-sektor perkebunan, sub-sektor peternakan, dan sub-sektor perikanan.
- Sektor Pertambangan : terdiri dari sub-sektor pertambagan migas dan sub-sektor pertambangan non-migas.
- Sektor Kekayaan Alam lain : terdiri dari sub-sektor air, sub-sektor tanah, dan lain sebagainya.
- Sektor Industri : terdiri dari sub-sektor industri besar dan sub-sektor industri UKM
- Sektor Pariwisata : terdiri dari sub-sektor hotel, sub-sektor restoran, dan sub-sektor tempat wisata.
- Sektor Perhubungan : terdiri dari sub-sektor transportasi udara, sub-sektor transportasi laut, dan sub-sektor transportasi darat.
- Sektor Properti.
- Sektor Distribusi Barang.
- Sektor Bank dan Lembaga Keuangan Lain.
- Sektor Jasa Lain.
Pengertian dan Konsep – konsep Pendapatan Nasional:
1. Perputaran roda perekonomian
Pertumbuhan ekonomi suatu negara biasanya dihitung berdasarkan pertumbuhan rill dari GDP negara tersebut, yakni seberapa besar GDP negara bertambah secara rill dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ini dihitung dengan cara membagi nilai dari output suatu sektor ekonomi pada tahun tertentu dengan nilai output sektor tersebut pada tahun sebelumnya dan dikali 100 % kemudian dikurangi 100. Bila GDP mengalami pertumbuhan yang tinggi berarti pendapatan masyarakat juga akan mengalami pertumbuhan yang tinggi, terlepas dari siapa atau kelompok mana dari masyarakat yang menerima pendapatan tersebut. GDP Indonesia menurut lapangan usaha berdasarkan harga yang berlaku dan harga konstan.
Seperti diterangkan diatas bahwa GDP dapat dihitung dari sisi pengeluaran aggregate (Aggregate Spending) pelaku ekonomi dalam suatu negara. Pengeluaran aggreaget ini sama dengan Permintaan Agregat karena konsekuensi dari permintaan adalah adanya pengeluaran oleh rumah tangga, investor, pemerintah dan eksportir untuk membeli barang dan jasa.
- Pengeluaran konsumsi rumah tangga,
- Pengeluaran invesatasi oleh pengusaha (bisnis),
- Pengeluaran pemerintah, dan
- Permintaan luar negeri.
B. Pengeluaran Konsumsi
Merupakan bagian terbesar dari permintaan agregat yaitu berupa permintaan dari konsumen terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Konsumsi ini memegang peranan penting dalam perekonomian menurut teori Keynesian karena akan menentukan output dan pendapatan masyarakat suatu negara. Kontribusi konsumsi terhadap pembentukan GDP di Indonesia diperkirakan sebesar 65% dari total GDP. Konsumsi dapat dibagi atas tiga kategori yaitu barang tanah lama (durable goods) seperti mobil, barang tidak tahan lama (nondurable goods), dan jasa (services). Dari sisi asal barang maka barang dan jasa yang dikonsumsi oleh konsumen dalam negeri terdiri dari barang produksi dalam negeri dan barang atau jasa yang diproduksi oleh negara lain yang diimport ke Indonesia. Dalam penghitungan GDP angka import ini harus dikeluarkan dari angka GDP.
Yang termasuk dalam pengeluaran pemerintah adalah semua pengeluaran pemerintah yang diperlukan agar roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik. Pengeluaran pemerintah ini tercantum dalam Anggaran Belanja dan Pendapatan Nasional (APBN). Barang dan jasa yang dibeli oleh pemerintah tidak dihitung nilai tambahnya (value added) seperti halnya pada barang konsumsi karena barang dan jasa yang diproduksi oleh pemerinatah pada umumnya adalah gratis. Pengeluaran pemerintah seperti uang pensiun (transer of payment) tidak dihitung dalam GDP karena pengeluaran tersebut bukan merupakan pembelian terhadap barang atau jasa yang baru diproduksi.
Investasi adalah tambahan terhadap akumulasi modal (physical stock of capital) ditambah dengan perobahan persediaan (inventory changes). Tetapi transaksi saham tidak termasuk dalam penambahan stok modal. Jadi investasi adalah aktifitas yang bisa meningkatkan kemampuan ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa dimasa mendatang. Contoh : pembelian barang investasi, peralatan, dan pembangunan rumah baru. Sewa dari tumah tersebut dihitung sebagai konsumsi.
Komponen terakhir dari GDP adalah net export yaitu selisih antara export dan import (X – M). Export merupakan GDP dari dalam negeri karena merupakan barang atau jasa yang diproduksi di dalam negeri, tetapi tidak dikonsumsi di dalam negeri. Barang export akan dibeli atau dikonsumsi oleh rumah tangga, investor, atau pemerintah negara asing sedangkan import adalah barang yang diproduksi di luar negeri, berarti adalah GDP negara asing.
Dalam GDP yang dihitung adalah net ekspor untuk menghindari penghitungan dua kali (double counting). Barang dan jasa yang dibeli oleh rumah tangga, investor, dan pemerintah tidak semuanya diproduksi di dalam negeri tetapi beberapa barang yang dibeli tersebut berasal dari luar negeri. Jadi komponen pengeluaran aggeregate yang diuraikan diatas pengeluaran rumah tangga, investor dan pemerintah sebagiannya adalah barang yang diproduksi di luar negeri, berarti adalah GDP negara asing atau bukan merupakan GDP Indonesia.
Karena itu untuk mengkoreksinya maka export harus dikurangi dengan import agar barang import tidak terhitung sebagai GDP kita, karena yang termasuk dalam GDP Indonesia adalah konsumsi rumah tangga berupa barang-barang produksi dalam negeri, ditambah dengan belanja barang investor, ditambah belanja barang pemerintah dan ditambah dengan nilai barang yang diekspor ke luar negeri. Barang-barang import yang telah dikonsumsi oleh konsumen dalam negeri tidak bisa dihitung sendiri karena telah masuk dalam perhitugan jumlah konsumsi. Nilai barang import ini tentu sama dengan jumlah nilai barang yang diimport yang tercatat di Bea dan Cukai sehingga dengan mengeluarkannya dari angka export maka sama dengan mengeluarkannya dari angka konsumsi barang import.
2. Metode penghitungan Pendapatan Nasional
Metode perhitungan Pendapatan Nasional dapat dibagi menjadi 3 metode perhitungan, yakni:A. Metode Produksi
Metode Produksi menjelaskan bahwa Pendapatan Nasional diperoleh dari jumlah nilai produksi sektor produktif yang dihasilkan seluruh Warga Negara didalam suatu negara dalam periode 1 tahun. Hasil dari perhitungan Metode Produksi dikenal dengan Produk Domestik Bruto (GDP).
Secara Matematis Metode Produksi dapat dijadikan persamaan sebagai berikut :dimana:
Pq = Harga Produk
Qn = Produk Masing-masing Sektor
B. Metode Pendapatan
Metode ini menjelaskan bahwa Pendapatan Nasional diperoleh dengan cara menjumlahkan pendapatan yang diterima dari faktor-faktor produksi. Perhitungan ini terdiri dari variabel-variabel faktor produksi, yakni Upah (W), Modal Bunga (i), Sewa (R), dan Kemampuan menghasilkan profit (P). Hasil penjumlahan ini disebut dengan Pendapatan Nasional Netto (NNI)
Secara Matematis Metode Pendapatan dapat dijadikan persamaan sebagai berikut: C. Metode Pengeluaran
Metode ini menjelaskan bahwa Pendapatan Nasional diperoleh dengan menjumlahkan pengeluaran terhadap barang dan jasa yang diproduksi di suatu negara. Metode ini terdiri RT Konsumen (C), RT Swasta (I), RT Pemerintah (G), dan Export Netto (X-M). Hasil penjumlahan ini disebut dengan Produk Nasional Bruto (GNP).
Secara Matematis Metode Pengeluaran dapat dirumuskan menjadi persamaan sebagai berikut:
Dari data Pendapatan Nasional dari tahun ke tahun tentu dapat diketahui tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Untuk dapat mengetahui perbandingan pertumbuhan ekonomi dapat dicari dengan rumus:
dimana:GNPn = GNP tahun ini
GNPn-1 = GNP tahun lalu
Pendapatan Nasional sebagai alat analisi tingkat kemakmuran
Tingkat kemamuran dapat dilihat dengan membandingkan antara presentase pertumbuhan ekonomi dengan presentase pertumbuhan penduduk. Tingkat kemakmuran dapat dirumuskan:
Pendapatan Nasional sebagai alat analisis pendapatan perkapita
Pendapatan Perkapita dapat dirumuskan dengan:
3. Masalah dan keterbatasan perhitungan PDB
A. Perhitungan PDB dan Analisa Kemakmuran
Perhitungan PDB akan memberikan gambaran ringkas tentang tingkat kemakmuran suatu negara, dengan cara membaginya dengan jumlah penduduk (disebut PDB per kapita). Menurut PBB, sebuah negara dikatakan miskin bila PDB per kapitanya lebih kecil daripada US$ 450,00. Berdasarkan standar ini, maka sebagian besar negara-negara di dunia adalah negara miskin. Suatu negara dikatakan makmur atau kaya bila PDB perkapita lebih besar daripada US$ 800.
Kelemahan dari pendekatan di atas adalah tidak memperhatikan aspek distribusi pendapatan. Akibatnya angka PDB per kapita kurang memberikan gambaran rinci tentang kondisi kemakmuran suatu negara. Misalnya, walaupun Amerika Serikat yang PDB perkapitanya US$ 29.080 (tahun 1997), namun negara itu masih terus bergelut dengan masalah kemiskinan dan pengangguran, terutama di kalangan warga kulit hitam ataupun pendatang (kulit berwarna). Bahkan secara absolut tampaknya jumlah penduduk miskin di Amerika serikat akan bertambah. Faktor utama pemicu gejala di atas adalah masalah distribusi pendapatan.
Walaupun distribusi pendapatan di USA relatif baik, tetapi belum sempurna untuk membuat seluruh penduduknya menjadi makmur. Bahkan untuk faktor produksi non tenaga kerja, terutama uang dan modal, distribusi penguasaannya sangat buruk. Pada tahun 1996, sekitar 46% aset finansial dikuasai hanya oleh sekitar 1% penduduk.
B. Perhitungan PDB dan Masalah Kesejahteraan Sosial
Umumnya ukuran tingkat kesejahteraan yang dipakai adalah tingkat pendidikan, kesehatan dan gizi, kebebasan memilih pekerjaan dan jaminan masa depan yang lebih baik. Ada hubungan yang positif antara tingkat PDB per kapita dengan tingkat kesejahteraan sosial. Makin tinggi PDB per kapita, tingkat kesejahteraan sosial makin membaik. Hubungan ini dapat dijelaskan dengan menggunakan logika sederhana. Jika PDB per kapita mkin tinggi, maka daya beli masyarakat, kesempatan kerja serta masa depan perekonomian makin membaik. Sehingga gizi, kesehatan, pendidikan, kebebabasan memilih pekerjaan dan jaminan masa depan, kondisinya makin meningkat. Tapi dengan catatan, peningkatan PDB per kapita disertai perbaikan distribusi pendapatan.
Masalah mendasar dalam perhitungan PDB adalah tidak diperhatikannya dimensi nonmaterial. Sebab PDB hanya menghitung output yang dianggap memenuhi kebutuhan fisik/ materi yang dapat diukur dengan nilai uang. Sedangkan output yang tidak terukur dengan uang, misalnya ketenangan batin yang diperoleh dengan menyandarkan hidup pada norma-norma agama/spiritual tidak dihitung. Sebab, dalam kenyataannya kebahagiaan tidak hanya ditentukan oleh tingkat kemakmuran, tetapi juga ketenangan batin.
Jadi kita tidak bisa serta merta mengatakan bahwa kesejahteraan sosial di negara-negara kaya(Amerika Serikat dan Jepang) adalah jauh lebih baik dibanding di negara-negara miskin (misal Bhutan dan Nepal). Karena, tingkat kejahatan dan tingkat bunuh diri di negara-negara kaya tersebut lebih tinggi di banding negara-negara miskin.
Untuk memperoleh perbandingan produktivitas antar negara, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:
- Jumlah dan komposisi penduduk : Bila jumlah penduduk makin besar, komposisi-nya sebagian besar adalah penduduk usia kerja (15-64 tahun) dan berpendidikan tinggi (> SLA), maka tingkat output dan produktivitasnya dapat makin baik.
- Jumlah dan struktur kesempatan kerja :Jumlah kesempatan kerja yang makin besar memperbanyak penduduk usia kerja yang dapat terlibat dalam proses produksi. Tetapi komposisi kerja pun mempengaruhi tingkat produktivitas. Sekalipun kesempatan kerja sangat besar, tetapi semuanya adalah kesempatan kerja sektor pertanian, produktivitas pekerja juga tidak tinggi. Sebab sektor pertanian umumnya memiliki nilai tambah yang rendah. Jika kesempatan kerja yang dominan berasal dari sektor kegiatan ekonomi modern (industri dan jasa), maka output per pekerja akan relatif tinggi, karena nilai tambah kedua sektor tersebut amat tinggi.
- Faktor-faktor non-ekonomi : Yang tercakup dalam faktor-faktor non-ekonomi antara lain etika kerja, tata nilai, faktor kebudayaan dan sejarah perkembangan. Jepang pantas menjadi negara yang produktif sebab selain jumlah penduduk yang banyak, berpendidikan tinggi dan umumnya bekerja di sektor modern, mereka juga memiliki etika kerja yang baik, menjujung tinggi kejujuran dan penghargaan tergadap senior. Dan Jepang juga merupakan negara yang selama kurang lebih 3.000 tahun terus menerus membangun dirinya menjadi bangsa modern, walaupun pembangunan ekonomi modernnya baru dimulai dua abad yang lalu.
D. Penghitungan PDB dan Kegiatan-kegiatan Ekonomi Tak Tercatat (Underground Economi)
Angka statistik PDB Indonesia yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik hanya mencatat kegiatan-kegiatan ekonomi formal. Karena itu, statistik PDB belum mencerminkan seluruh aktivitas perekonomian suatu negara. Misalnya, upah pembantu rumah tangga di Indonesia tidak tercatat. Begitu juga dengan kegiatan petani buah yang langsung menjual produknya ke pasar.
Di negara-negara berkembang, keterbatasan kemampuan pencatatan lebih disebabkan oleh kelemahan administratif dan struktur kegiatan ekonomi masih didominasi oleh kegiatan pertanian dan informal. Tetapi di negara-negara maju, kebanyakan kegiatan ekonomi yang tak tercatat disebabkan oleh karena kegiatan tersebut merupakan kegiatan ilegal atau melawan hukum. Padahal, nilai transaksinya sangat besar. Misalnya, kegiatan penjualan obat bius dan obat-obat terlarang lainnya.
Contoh soal :
1.Pendapatan yang diperoleh masyarakat dalam suatu perekonomian sebagai berikut:
Upah dan gaji Rp 16.000.000,- = W
Sewa tanah Rp 9.260.000,- = R
Konsumsi Rp 19.000.000,- = C
Pengeluaran pemerintah Rp 15.000.000,- = G
Bunga Modal Rp 3.600.000,- = I
Keuntungan Rp 13.000.000,- = P
Investasi Rp 4.600.000,- = I
Ekspor Rp 12.600.000,- = X
Impor Rp 7.260.000,- = M
Tentukan pendapatan nasional pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran!
Jawaban:
1. Pendekatan Pendapatan
Y = W + I +R + P
Y = 16.000.000 + 3.600.000 + 9.260.000 + 13.000.000
= 41.860.000
2. Pendekatan Pengeluaran
Y = C + I + G + (X – M)
Y= 19.000.000+ 4.600.000 + 15.000.000 +(12.600.000 – 7260.000)
=Rp 43.940.000
Contoh soal :
1.Pendapatan yang diperoleh masyarakat dalam suatu perekonomian sebagai berikut:
Upah dan gaji Rp 16.000.000,- = W
Sewa tanah Rp 9.260.000,- = R
Konsumsi Rp 19.000.000,- = C
Pengeluaran pemerintah Rp 15.000.000,- = G
Bunga Modal Rp 3.600.000,- = I
Keuntungan Rp 13.000.000,- = P
Investasi Rp 4.600.000,- = I
Ekspor Rp 12.600.000,- = X
Impor Rp 7.260.000,- = M
Tentukan pendapatan nasional pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran!
Jawaban:
1. Pendekatan Pendapatan
Y = W + I +R + P
Y = 16.000.000 + 3.600.000 + 9.260.000 + 13.000.000
= 41.860.000
2. Pendekatan Pengeluaran
Y = C + I + G + (X – M)
Y= 19.000.000+ 4.600.000 + 15.000.000 +(12.600.000 – 7260.000)
=Rp 43.940.000
Daftar Pustaka :
http://prita-puspa.blogspot.com/2012/06/perputaran-roda-perekonomian.html
http://jausaja.wordpress.com/2011/04/08/masalah-dan-keterbatasan-perhitungan-pdb/
http://dolphin-crusher.blogspot.com/2011/05/perhitungan-pendapatan-nasional.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar